Bhinneka Tunggal Ika, sebuah kutipan dari kitab Sutasoma yang
kini menjadi prinsip persatuan di Indonesia. Yah, walapun tanpa kepaknya (if-you-know-what-i-mean)
tapi kuyakin maknanya cukup dalam bagi warga Indonesia, aku salah satunya. Menjadi
kaum minoritas ternyata sebuah ketakutan buatku. Hampir pasti menghindari
sesuatu jika harus menjadi minoritas, misal menjadi satu-satunya perempuan di
sarang penyamun, ataupun bepergian ke tempat dimana akan menjadi minoritas. Yup,
bagi warga minoritas (terutama di Indonesia) I stand with you. Ga gampang emang
jadi minoritas. Bukan ga mungkin ngerasa tersisihkan walaupun itu ga terjadi,
karena perasaan kitalah yang bikin kita bertindak seperti yang kita lakukan
sekarang.
Lebih dari setengah tahun akhirnya hidup sebagai minoritas (beda
kepercayaan dengan housemates). Bukan masalah kepercayaan aku percaya kepadanya
dya tak percaya kepadaku adudu aaa #curhat tapi kalo tentang agama bukankah
agamaku agamaku, agamamu agamamu. Betul tidak mamah Dedeh?
Ngomong-ngomong tentang agama, ku pernah bercanda dengan
seorang kawan, begini kisahnya
C: *buka pintu, kaget ada banyak sembako dan bahan makanan
lain di dalam rumah* Kak, what really happened? Banyak banget barangnya?
B: Nothing. Cuma mau meng-clear-kan apa yang ada di kepala. *taudooong salah
satu pelarian wanita kalo lagi mumet.B-E-L-A-N-J-A*
C: WOW, kupikir kamu beragama bonusan, ulang tahun, dan *insert hari besar
agama*
B: sedang ada pengecualian….
Maksud agama disitu sebenernya hanya menandai ritual/aktivitas
seorang kawan di waktu-waktu tertentu. Karena yangbersangkutan melakukan di
hari besarku, jadi agak speechless.
Balik lagi ke perbedaan-perbedaan itu, mereka ikut merayakan
(lebih kearah hedon dalam menandai sesuatu) hari terakhir sebelum puasa,
berbuka puasa bersama, dan menanyakan ketika tidak ibadah bersama. Walaupun di
lain hari mereka ngajakin minum alcohol sih 🤣🤣
Bulan lalu adalah saatnya umat seagamaku melaksanakan kurban
(bagi yang mampu). Sudah pasti ada hal yang menarik bagi mereka yang tidak
seagama, you know lah bukan maknanya, lebih kepada apa tradisi yang ada. Kali
tradisi berbagi daging kurban, mereka heboh sekali apakah akan dapat atau tidak
padahal akumah biasa aja (alias kada bisa masaknya pun, mending beli steak atau
sate aja selesai permasalahan kehidupan duniawi). Lalu apa yang terjadi?
Setelah menunggu dengan pasrah dan sedikit tidak sabar
(apalah) ternyata kaum-kaum dengan love language menerima hadiah alias jiwa
anak kos ini mendapat sedikit keberuntungan di tahun ini alias Yeay dapat
daging!
Masalah selesai?
Tentu tidak!
Dikarenakan apalah hamba tanpa kulkas yang sedang rusak dan
semua bahan makanan diungsikan ke tetangga sebelah lalu mendapat daging yang
tidak mungkin dimasak hari ini dikarenakan tidak ada bumbu pendukung masaknya. Kira-kira
apa yang kita lakukan?
Memasak hari itu dengan konsekuensi mencari bumbu di
toko-toko maupun pasar terdekat?
No!
Diberikan ke orang lain?
BIG NO untuk kaum oportunis seperti mereka (eh hamba juga)
ini
Trus gimana dong?
Nitip ke kulkas tetangga sebelah?
Hmmmm,,
Yup, seperti yang sudah diduga-duga,,,,
Jeng jeng jenggg
Dengan berbagai privilege yang kami punya, di tanggal yang
amat sangat tua bagi kami yang bergaji di akhir bulan, kami menghubungi beberapa
toko elektronik, menanyakan stok kulkas, menawar ke owner (privilege seorang
kawan) dan meminta dikirim hari itu juga di-tanggal-merah-libur-hari-raya-keagamaan.
Tunggu tunggu tunggu
Masa sih mengorbankan sisa gaji untuk seplastik daging
kurban yang sebenernya mungkin kapan-kapan masih bisa kami beli, yang akhirnya
kami masak beberapa hari kemudian.
Bener-bener sebuah pengorbanan di bulan kurban
#ketikasebuahlogikakesimpendikulkas
pic: thepentols