Ketika kita berpisah dengan seseorang apa yang biasa kita sampaikan? Good bye? Atau see you next time? Kata tersebut kurang lebih artinya sama saja, namun kadang tersimpan doa di dalamnya. Contohnya jika kita bertemu dengan seseorang yang menyenangkan biasanya kita akan berkata see you next time bukan? Dengan harapan dalam perpisahan tersebut kita akan dipertemukan kembali dengannya. Coba kalo seseorang tersebut menyebalkan, pasti 'bye' sudah lebih sari cukup sebagai kata perpisahan.
Ini yang sedang kulakukan setiap weekend di 3 minggu terakhir. Mencoba mengucapkan kata perpisahan kepada barang-barang yang menemaniku di 6 tahun terakhir ini. Yup! Menemani perayaan 6 tahun merantau finally ku memutuskan berpisah. Ada alasan kenapa aku meminta berpisah dengan paksa (eh ngomongin apa sih ini ya >.<) tidak lain dan tidak bukan adalah karena tertekan. Iya, T.E.R.T.E.K.A.N.
Eh, ga percaya ya?
Mungkin sebagian orang tertekan karena ditanya kapan lulus? Kapan kerja? Kapan nikah? Kapan punya anak? Kalo aku tertekan cukup karena barang. ( eh, tapi pertanyaan 'kapan' juga bikin tertekan sih selain karena kerjaan heheh)
Meet me,,
Wanita pekerja ✔
Bertemu banyak relasi✔
Hobi belanja❌
Hobi makan✔
Hobi menyimpan barang✔
Melankolis✔
Bisa dibayangkan kombinasi itu menumpuk barang selama 6 tahun dalam ruangan 4x6 meter persegi hanya menyisakan sedikit ruang untuk ibadah. Oke, coba bayangkan lemari penuh sesak barang sehingga tidak bisa di tutup. Meja penuh barang printilan dari alat make up hingga barang barang pajangan dan seluruh kolong berisi kotak-kotak berisi barang.
Belajar dari beberapa dokter kita tidak boleh judge depresi kepada seseorang tanpa konsultasi dokter. Tapi ketika pekerjaan tidak terlalu bersahabat apalagi yang kita cari di tempat kita "pulang"? Ketenangan dan kenyamanan itu pasti.
Look at this!
Finally I do it!
Dalam 3 minggu akhirnya mengumpulkan barang dalam 6 box yang telah lama menginap di ruanganku. Sebuah proses yang lama dan menyengsarakan >.<
Udah selesai? Tentu aja belum! Ternyata mengumpulkan barang cukup bikin stres juga ya, makanya sedikit jeda sangat berarti. Jadi heran karena punya teman yang hobi berbenah dan bebersih.
Seorang teman baru 6 bulan menempati tempat tinggal baru tapi sudah 3 kali melakukan redesign tempat tinggal dari sekedar arah ranjang sampai ke tetek bengek lainnya seperti menggantungkan pakaian. Supaya ga bosan katanya.
Teman yang lain hobi bebersih total alias cuci-sapu-pel-lap everyday, bukan hanya sapu aja atau cuci aja but all of them dalam satu paket.
Bukan banyaknya cerita mengenai Marie Kondo atau seni hidup minimalism yang bikin bebersih macam ini. Karena bebersih rutin dirasa tidak cukup meredakan rasa gundah gelisah yang ada akhirnya dilakukanlah sidak besar-besaran. Sejenis mertua mau sidak ke rumah menantunya gitu lohh >.<
Penasaran sama isinya apa aja?
- Tenang aja, box paling besar ga penuh kok. Baru setengahnya aja, isinya baju-baju layak pakai yang siap disumbangkan (atau mau di preloved juga boleh hahaha) pas ada moment. Sebagai penganut cuci-kering-pakai tentu bakal sedikit baju yang terpakai, yang tidak terlalu mengena di hati akan dihempaskan dalam-dalam di tumpukan terbawah baik yang menemani penampilan ter-tomboy sampai agak-lumayan-dikit benernya
- Disampingnya itu gumpalan plastik yang dengan rapinya di lipat setiap habis bongkar belanjaan. Siap diberikan kepada bulek jualan sayur yang sering lewat. Ga ngerti lagi kenapa setiap bongkar belanjaan selalu lipat tas plastiknya sampai rapi. Tapi karena sekarang jdah jamannya tas kain jadi kemana-mana bawa tas kain deh (dan mulai banyak terkumpul lagi)
- Yup, yang nongol itu beneran tas layak pakai dan beberapa boneka di dalamnya juga tumpukan sepatu sampai di box bawahnya. Tas memorable yang dibeli awal kerja memang susah untuk direlakan. Tapi karena alasan kesehatan jadi ga pernah dipakai lagi kenapa ga di relakan aja?
- Kotak depan di meriahkan oleh kertas bekas yang menumpuk dan sekotak printilan barang pemberian di samping make up kadaluwarsa. Iya bener kadaluwarsa saking ga pernah dipake heboh di muka. Diberi souvenir, oleh-oleh dan barang pemberian lainnya sungguh menyenangkan tapi kalo sudah sebanyak itu dan terpajang di seluruh permukaan meja dan lantai mau tinggal dimana kita?
Sudah happy? Belum.
Tapi menurut sinopsis buku 'seni hidup minimalis' atau bukunya Marie Kondo yang 'Magic of Tidying Up' (eh ini masih baca sinopsisnya aja ya belum dibeli bukunya) intinya adalah tidak semua barang memberikan efek menyenangkan pada kita, dan kita harus mengeliminasi barang yang tidak memiliki efek menyenangkan pada kita dengan memasukkannya pada box untuk dapat disingkirkan kemudian. Buku mereka sesungguhnya mengacu pada efek kegiatan konsumtif yang ternyata bisa bikin stres juga sebagai imbas balik dari efek menyenangkan dari hormon endorfin menemani kita window shopping.
Menurut saya, saya tidak terlalu konsumtif, tidak juga terjerat kartu kredit. Belum berencana mengikuti hidup minimalis yang banyak di gembor-gemborkan (tapi beli barang yang prestise nya lebih lagi). Saya hanya ingin kembali kepada kebahagiaan. Seorang teman pasca divonis depresi ringan memberi saya pelajaran bahwa hidup bukan hanya tentang bekerja (yang sedikit banyak memberi tekanan dibandingkan kehidupan pribadi sesungguhnya) tapi bagaimana mengembalikan akal sehat kita dengan aktifitas kita. Dia dengan memasak, teman yang lain dengan bebersih, banyak teman yang lain dengan mengunjungi tempat seru di berbagai penjuru (and spending money!), sahabat yang sering berkomunikasi dengan peliharaannya dan saya dengan 'bercerita' yang mulai saya lupakan.
Selamat malam dan selamat tinggal barang-barangku!
Sedikit salam dari Anne Marie
Ciao adios, I'm done...